Ringkasan Laporan Akhir Tahun Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2019 Oleh Komnas Perempuan

 KEKERASAN MENINGKAT:

KEBIJAKAN PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL

UNTUK MEMBANGUN RUANG AMAN

BAGI PEREMPUAN DAN ANAK PEREMPUAN


    Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang diterima oleh berbagai lembaga masyarakat maupun institusi pemerintah yang tersebar di hampir semua Provinsi di Indonesia. Dalam CATAHU 2020, jumlah kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) meningkat 6% dibandingkan tahun sebelumnya. CATAHU tahun ini UPPA (Lembaga Dibawah Kepolisian) menempati urutan tertinggi penerimaan kasus yaitu sebanyak 4.124 kasus. Namun, jumlah kasus yang di proses di Pengadilan Negeri (PN) masih sangat minim. Persoalan KTP masih terhambat penanganannya secara hukum bahkan  untuk satu kasus proses hukumnya berjalan selama bertahun-tahun. Oleh karena itu perlu implementasi monitoring dan evaluasi implementasi UU mengenai Kekerasan. 

    Sejumlah kasus kriminalisasi korban KDRT, yakni istri yang menjadi korban KDRT dan mencoba keluar dari lingkaran kekerasan dan melaporkan suami ke kepolisian, dilaporkan balik oleh suami sebagai penganiayaan dan penelantaran sehingga korban berubah menjadi tersangka. Hal baru yang dicatat adalah kriminalisasi korban KDRT dengan penggunaan Pasal 167 Ayat (1) KUHP, yakni tindak pidana memasuki rumah secara melawan hukum. Dari contoh kasus tersebut dapat dilihat bahwa proses hukum yang berjalan masih sangat kurang sekali.

    CATAHU tahun 2020 juga mencatat Kekerasan Terhadap Anak Perempuan (KTAP) dalam ranah privat melonjak sebanyak 2.341 kasus, tahun sebelumnya sebanyak 1.417. Kenaikan 65% atas KTAP paling tinggi disebabkan oleh kasus inses. Kasus inses diartikan kekerasan seksual di dalam rumah yaitu korban dan pelaku memiliki hubungan darah seperti : ayah kandung, ayah tiri, dan paman. Sedangkan dalam ranah public dan komunitas, paling banyak terjadi kasus seksual pemerkosaan oleh orang yang tidak dikenal. Di ranah privat dan komunitas, kategori usia dari pelaku dan korban paling tinggi adalah kisaran usia 25-40 tahun yang dimana merupakan usia produktif. Namun yang perlu menjadi perhatian adalah ada data korban dan pelaku cukup tinggi adalah usia anak (di bawah 18 tahun)

PENGADUAN LANGSUNG KE KOMNAS PEREMPUAN

    Pengaduan langsung ke Komnas Perempuan di bawah koordinasi Sub Komisi Pemantauan, melalui dua mekanisme pengaduan yaitu:
1. Unit Pengaduan untuk Rujukan (UPR) yang didirikan sejak tahun 2005 untuk menerima pengaduan yang datang langsung maupun melalui telepon.
2. Divisi Pemantauan yang menerima pengaduan lewat surat dan email.

    Dari 1.419 kasus yang diadukan ke Komnas Perempuan di tahun 2019, ada sejumlah 142 kasus yang tidak ditindaklanjuti karena tidak berbasis gender dan hanya minta atau memberi informasi/klarifikasi/tidak teridentifikasi (tidak bisa ditelusuri). Berdasarkan diagram Rahah KTP Pengaduan Langsung ke Komnas Perempuan Tahun 2019, ranah kekerasan terbanyak yang diadukan adalah ranah privat/personal sebanyak 944 kasus(74%), publik/komunitas 291 kasus(23%) dan negara 42 kasus(3%). Pengaduan tertinggi atas kasus kekerasan terhadap perempuan banyak dilakukan oleh orang terdekat yang mempunyai relasi personal dan sangat dikenal oleh korban.

    Komnas Perempuan mendorong Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan PerlindunganAnak:
a) Menyusun dan mengefektifkan pendidikan adil gender sebagai bagian dari pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual secara khusus dalam pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual dalam keluarga.
b) Membangun kerjasama dengan lembaga terkait untuk meningkatkan kapasitas lembaga layanan di daerah secara khusus untuk pencatatan dan pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan serta memastikan alokasi anggaran di daerah terluar, terdalam dan tertinggal seperti Indonesia Timur dan daerah-daerah
kepulauan.



Sumber : Catatan Tahunan 2020 Komnas Perempuan
Penulis : Muhammad Zidane Firmansyah








Komentar